Sabtu, 07 Juli 2012

MENGUKUR KEKUATAN EKONOMI INDONESIA

MENGUKUR KEKUATAN EKONOMI INDONESIA (I)

Berikut urutan PDB 20 Negara Terbesar di Dunia 2009
(dalam USD $ Miliar)

1 Amerika Serikat 14.119
2 Jepang 5.069
3 China 4.985
4 Jerman 3.330
5 Prancis 2.649
6 Inggris 2,174
7 Italia 2.112
8 Brazil 1.573
9 Spanyol 1.460
10 Kanada 1.336
11 India 1.310
12 Rusia 1.231
13 Australia 924,8
14 Meksiko 874,8
15 Korea Selatan 832,5
16 Belanda 792,1
17 Turki 614,6
18 Indonesia 540,3
19 Swiss 491,9
20 Belgia 471,2

Sejatinya 2009 Indonesia telah masuk G-20 (G-18)

MENGUKUR KEKUATAN EKONOMI INDONESIA (II)

Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang mencapai USD $ 700 miliar selama 2010.
Pendapatan per kapita yang mencapai USD $ 3000 per tahun,
Cadangan devisa sebesar USD $ 96,2 miliar per 31 Desember 2010, Indeks Harga Saham Gabungan mencatat rekor terbaik se-Asia Pasifik.
Volume ekonomi Indonesia kini telah menempati peringkat ke 16 terbesar di dunia.
seperti diklaim Pemerintah, ranking Indonesia 2011 sudah naik ke level 16 dunia, melampaui perekonomian Belanda.

MENGUKUR KEKUATAN EKONOMI INDONESIA (III)

Berikut urutan PDB 10 Negara Terbesar di Dunia 2020
(dalam USD $ Miliar) menurut prediksi IMF dan StanChart

1. China 24.600
2. Amerika Serikat 23.300
3. India 9.600
4. Jepang 6.000
5. Brazil 5.100
6. Jerman 5.000
7. Prancis 3.900
8. Rusia 3.500
9. Inggris 3.400
10. Indonesia 3.200

Standart Chartered Bank: RI Masuk 10 Raksasa Ekonomi 2020

MENGUKUR KEKUATAN EKONOMI INDONESIA (IV)

Pada tahun 2025 Indonesia diprediksikan akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia. Dimana pada tahun 2025 ekonomi Indonesia akan masuk peringkat ke 4 ekonomi dunia dengan pertumbuhan perdagangan tertinggi, yaitu 96% sampai tahun 2025, dimana terdapat 5 negara asia demikian yang tertuang dalam HSBC Trade Connection Report 2011.

Selain itu Bank Dunia juga mencatat pada tahun 2025 lebih dari 50% pertumbuhan ekonomi disumbangkan oleh 6 kekuatan ekonomi baru yaitu Brasil, China, India, Indonesia, Korea Selatan dan Rusia, demikian yang tertuang dalam "Global Development Horizons 2011”.

MENGUKUR KEKUATAN EKONOMI INDONESIA (V)

Pada 2030, ekonomi Indonesia bukan sekedar menggeser Jerman, Prancis, Rusia dan Inggris.

Stanchart: 2030, Ekonomi RI Kalahkan Jepang

Optimisme Indonesia sebagai calon kekuatan ekonomi dunia baru kian merebak. Kali ini, keyakinan itu datang dari bank nomor satu di Inggris, Standard Chartered Bank yang memperkirakan kekuatan ekonomi Indonesia akan mengalahkan Jepang pada 2030.

Tingkat pertumbuhan ekonomi China akan menjadi 6,9 persen selama dua dekade mendatang, bahkan menyalip Amerika Serikat untuk sebagai negara adidaya ekonomi dunia hanya dalam satu dekade, yaitu pada 2020. Pertumbuhan ekonomi India naik 9,3 persen dalam periode yang sama dan mengekori Amerika Serikat sebagai perekonomian terbesar ketiga pada 2030.

Dekade 2030, Indonesia bahkan akan mengalahkan Jepang yang sekarang merupakan kekuatan ekonomi terbesar ketiga dunia setelah Amerika dan China.

Pada saat itu, Indonesia berada di posisi kelima dunia dengan produk domestik bruto USD $ 9,3 triliun sedangkan Jepang di urutan keenam dengan PDB USD $ 8,4 triliun.

By : Yudhie Adhesmoro
Sumber : http://www.facebook.com/photo.php?fbid=4198800017695&set=a.1667519697269.91278.1515600687&type=1

Minggu, 01 Juli 2012

Digital dan Ekonomi Indonesia Yang Bangkit Secara Raksasa

Ilustrasi RSBI

Digital dan Ekonomi Indonesia Yang Bangkit Secara Raksasa

Seorang bapak guru sedang duduk manis depan komputer jinjingnya (Laptop) di meja kelas. Para siswa juga terlihat sibuk dengan laptopnya masing-masing. Apa gerangan yang mereka kerjakan? Ternyata mereka sedang membaca sebuah ebook (buku elektronik) di internet, tepatnya di blog milik bapak guru tersebut. Beberapa siswa juga ada yang bertanya mengenai materi yang sedang dipelajari, mungkin kurang mereka fahami. Tetapi ada siswa lain juga yang malah membuka situs Yahoo!Answers dan Wikipedia untuk mencari beberapa informasi lain terkait dengan materi tersebut. Berbeda dengan segelintir siswa lain yang mana malah membuka Situs Social Networking (Facebook, Twitter, dll) untuk meng-update status terbaru tentang materi yang mereka pelajari ataupun berinteraksi secara tidak tatap muka menggunakan fasilitas chatting yang disediakan Social Network.



Itu adalah gambaran sederhana mengenai aktifitas pembelajaran siswa dan guru yang saat ini banyak terjadi di sekolah. Semuanya menggunakan peralatan digital yang serba canggih dan instan. Laptop, Handphone, Infocus, dan peralatan lain seperti modem untuk akses internet tak ketinggalan menempel di gadget mereka. Yang tak kalah menarik mengenai aktifitas Sosial, mereka tetap terhubung dengan semua teman di kelas tanpa harus bicara tatap muka dan silaturahmi pun tetap terjaga dengan erat.

Sebagai pengguna Facebook aktif ke 3 di Dunia (menurut SocialBakers.com) dan memiliki pengguna internet yang cukup banyak, Indonesia adalah negara besar yang berpengaruh dalam Dunia Digital. Sampai-sampai situs Multiply yang berkantor di California, AS, akan segera pindah ke Jakarta tahun ini. Ini diakibatkan oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin membaik setelah terpuruk selama 10 tahun yang berimbas juga pada Tekonologi dan Informasi. Seperti yang telah kita ketahui, saat Indonesia masuk dalam jajaran negara dengan perekonomian terbesar di dunia atau disebut G-20. Setelah India dan China, Indonesia adalah negara dengan ekonomi yang tumbuh paling cepat diantara 20 negara tersebut (Wikipedia). Pertumbuhan ekonomi juga membangkitkan Kelas Mengah (Middle Class) Indonesia yang bangkit secara raksasa.  Dan hari-hari ini, kita tengah menyaksikan kebangkitan raksasa kelas menengah tersebut. Tahun depan diprediksi jumlah kelas menengah di Indonesia akan berjumlah 100 juta orang, naik dua kali lipat dibanding sepuluh tahun silam.

Di masyarakat, kenaikan Pendapatan Per Kapita Indonesia yang kini berada pada angka USD 3500 (artinya secara rata-rata, setiap penduduk Indonesia memiliki pendapatan sekitar 30 juta per tahun). Tahun 2015, diprediksi angka per kapita itu akan menembus angka USD 4000.

Ilustarsi Pertumbuhan Ekonomi
 Dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi negeri ini memang mencatat angka yang mengesankan. Tahun ini pertumbuhannya menembus angka 6,6%, termasuk yang tertinggi di dunia. Angka pengangguran di tanah air juga cukup impresif, berada pada angka 6,8%. Jauh lebih baik dibanding Amerika yang 8,6 % atau Perancis yang 10 % dan Spanyol yang termehek-mehek di angka 22%. Spanyol punya klub sepak bola seperti Barca dan Real Madrid, namun banyak penduduk mereka yang terlunta-lunta lantaran jobless (kehilangan pekerjaan).Lihat.

Kita sebagai pelajar, sudah bukan zamannya lagi "putus sekolah" karena kekurangan biaya. Masa depan Indonesia ada di tangan pemuda-pemudi Indonesia. Kita harus siap menerima Estapet kepemimpinan selanjutnya. Jangan takut tuk jadi Indonesia!
 
Sumber : http://sambilberbagi.blogspot.com/2012/02/digital-dan-ekonomi-indonesia-yang.html

Guru Prancis menulis buku "Bangkitnya raksasa - Indonesia"

Guru Prancis menulis buku "Bangkitnya raksasa - Indonesia"

Seorang guru Prancis James Sodatmay dari Lycee Chaptal, Mende menuliskan buah pikirannya tentang Indonesia yang berjudul "Bangkitnya raksasa - Indonesia".
James Sodatmay bersama para guru SMA dan SMP di seluruh Prancis mengikuti lomba esai atau tulisan bebas bertema Indonesia yang diadakan KBRI Paris.
 
Atase Pendidikan KBRI Paris, Syafsir Akhlus, kepada ANTARA Minggu mengatakan dua pemenang lomba essai mendapatkan hadiah tiket pergi pulang Paris Jakarta dari Kantor Atase Pendidikan KBRI Paris.
 
Syafsir Akhlus mengatakan lomba esai untuk guru di Prancis itu digelar sebagai ajang diplomasi dan promosi Indonesia melalui media pendidikan.
Lomba penulisan esai merupakan rangkaian lomba pidato berbahasa Indonesia untuk mahasiswa Prancis yang diadakan KBRI Mei lalu.
Lomba penulisan esai ditujukan untuk Guru SMA dan SMP se Prancis dengan tujuan agar para guru dapat menaruh perhatian terhadap Indonesia, dan memberikan pengetahuan tentang Indonesia kepada siswa-siswa yang mereka didik.
 
Diharapkan dengan adanya pergantian siswa setiap tahun, maka secara tidak langsung promosi tentang Indonesia akan berlansung dan jumlah kaum muda Prancis yang mengenal Indonesia dari pendekatan akademik akan semakin bertambah.
Lomba yang baru pertama kalinya diadakan di KBRI Paris ini mengangkat tema umum yaitu Indonesia. Para peserta menuliskan pengetahuan dan opininya tentang Indonesia dalam bahasa Prancis.
 
Kantor Atase Pendidikan mengirimkan undangan kepada seluruh guru SMA/SMK (Lyce) dan SMP (Colloge) melalui 25 academie (kantor dinas provinsi) yang ada di Prancis.
Tulisan yang masuk dievaluasi tiga juri yaitu dosen l`Universit de La Rochelle, Philippe Granger, dan Dominique Dubois dari l`Universit d`Angers dan mantan Atase Pendidikan pada
Kedutaan Prancis di Jakarta, dan Gustaf. D. Sirait, dari KBRI Paris.
Kriteria penilaian yang ditetapkan dalam mengevaluasi tulisan adalah keaslian gagasan, deskripsi dan eksplorasi informasi dan pengetahuan tentang Indonesia, keutuhan dan kesinambungan tulisan.
Pada peserta diberikan kesempatan untuk memperkenalkan diri sekaligus menjelaskan latar belakang dan ringkasan tulisannya.

Diantara peserta, hanya satu peserta yang sudah mengenal dan pernah tinggal di Indonesia, sedangkan peserta lainnya hanya mengetahui Indonesia lewat tulisan dan media lainnya.
Selain itu juga dinilai daya tarik dan keunikan judul/tulisan, serta kualitas bahasa dan penulisan yang dilakukan secara anonim, para juri menerima kopi tulisan tanpa identitas penulis.

Pada umumnya peserta menyadari Indonesia negara yang besar dan berperan penting di Dunia, bahkan beberapa diantaranya memberikan tugas kepada siswa mengetahui lebih banyak tentang Indonesia melalui topik-topik khusus seperti ekonomi dan pariwisata.
Dalam acara pengumuman pemenang digelar acara hiburan musik gamelan dari grup Panca Indera, tarian Selat Segara oleh grup Sekar Jagad serta tarian Baris dibawakan Nararya Narottama dari PPI Paris.

Pengumuman pemenang oleh Gustaf Sirait mewakili dewan juri dan Atase Pendidikan KBRI Paris Syafsir Akhlus, penyerahan hadiah utama berupa tiket pergi pulang Paris Jakarta kepada Sandie Bujana dari Lyce Polyvalent dan Pascale Sabatier dari Lyce Professionnel Francoise, mendapat hadiah tiket ke Jakarta.

Peserta lainnya mendapatkan hadiah e-book reader dan beberapa buku tentang Indonesia, salah satunya diantaranya buku pelajaran Bahasa Indonesia bagi penutur Prancis.
Diantara peserta menyampaikan komitmen untuk terus mempelajari dan menyampaikan informasi tentang Indonesia kepada murid dan berencana mengunjungi Indonesia dalam waktu dekat ini.(ar)

Sumber : http://serbatutorial-it.blogspot.com/2012/06/guru-prancis-menulis-bangkitnya-raksasa.html

Menjelang Kebangkitan Indonesia, Visi Raksasa Ishadi SK.

Menjelang Kebangkitan Indonesia, Visi Raksasa Ishadi SK.



Ini mungkin tulisan paling spektakuler yang pernah saya baca tentang Indonesia.

Anda akan paham, kenapa visi "
Imperium III" bisa terjadi, dan bagaimana Indonesia, bisa jadi bangsa terunggul di dunia. Anda mungkin belum tahu, bahwa banyak anak-anak Indonesia, termasuk dari Papua yang memiliki kecerdasan super-genius setara Einstein dengan IQ rata-rata diatas 150. Dan bahwa banyak putra-putra terbaik Indonesia berada di pusat-pusat sains dan teknologi terunggul di dunia. Ini bukan impian, ini kenyataan yang akan terjadi. Selamat menikmati.


Pemuda Indonesia Pada 80 Tahun “Sumpah Pemuda”
28 Oktober 1908 – 28 Oktober 2008
Oleh : Ishadi, SK*


Jumat pagi tanggal 18 Juli lalu saya berkesempatan breakfast meeting dengan Prof. Yohanes Surya Ph.D., yang memperkenalkan program Tim Olympiade Fisika Indonesia (TOFI), sebuah usaha untuk menetaskan juara fisika, di panggung dunia. Usahanya didorong obsesi untuk suatu ketika tampil seorang pemenang Nobel Fisika dari Indonesia.
Bukan hanya mimpi, karena seorang mahasiswa jurusan Fisika ITB, Anike Nelce Bowaire (dari Papua ; red), memperoleh penghargaan First to Nobel Prize in Physic 2005 dalam Kejuraan Fisika Dunia di Amerika. Anike sekarang belajar di MIT – Massachusetts Institute Of Technology di A.S., Universitas yang melahirkan paling banyak pemenang Nobel dunia. Anike adalah anak didik Prof. Dr. Yohanes yang mengikuti Program Olympiade Fisika Nasional sebuah program pelatihan khusus untuk anak-anak berbakat di Indonesia.

Menurut dia, Indonesia memerlukan paling tidak 10,000 orang yang memiliki keahlian “advance In science and technology” sebagai persyaratan dasar sebuah bangsa untuk mengembangkan diri sejajar dengan bangsa-bangsa maju di dunia. Sekarang ini baru sekitar 100 orang yang tercatat memiliki keahlian dibidang itu, padahal berdasarkan uji statistik rata rata terdapat seorang genius diantara setiap 10.000 orang di dunia. Karena Indonesia berpenduduk 230 juta secara teoritis paling tidak seharusnya terdapat 230,000 orang jenius di Indonesia! Sebuah potensi besar untuk menemukan para ahli di bidang “Advance Science and Technology”.
Kejeniusan seseorang diukur tingkat IQ-nya yang minimal 140, dan tidak mempunyai korelasi dengan standard gizi yang dikonsumsi sehari-hari. Jenius adalah sebuah bakat alam yang ada sejak dilahirkan. Masalahnya adalah sebagian terbesar anak-anak jenius ini tidak diolah, dilatih dan dididik secara proper. Jenius hanyalah potensi dasar.
Sebagai contoh, bulan September 2004, Andrey Awoitau, murid SMP kelas 1 di Papua ditemukan mempunyai bakat jenius. Oleh Prof. Yohanes, kemudian mebawanya ke Jakarta. Setelah dilatih secara khusus selama 8 bulan, Andrey diikutkan pada kompetisi Olympiade Matematika Indonesia dan memperoleh Medali Perak. Delapan bulan berikutnya lewat berbagai pelatihan lanjutan, Andrey memperoleh Medali Emas dengan mengalahkan Ivan Christanto – Juara Dunia Olympiade Matematika.

Bulan Agustus 2005, Prof. Yohanes melakukan penelitian acak diantara 27 SMU Negeri dan 17 SMU Swasta di Jakarta. Hasilnya dari 1,500 siswa yang diteliti, 300 siswa mempunyai IQ 140, dari jumlah itu 44 siswa memiliki IQ 150 – melewati tingkat jenius. Ahli fisika dunia Albert Einstein penemu teori relativitas memiliki IQ 150. Sedangkan Prof. Dr. Wiryono Karyo, Sekjen Departmen Energi dan Sumber Daya Mineral mempunyai IQ 170.
Bulan November 2005, Prof. Yohanes lewat penelitian lain terhadap 400 siswa SMA kelas 1 Kabupaten Toba, Samosir, menemukan 6 orang dengan IQ 150 – super jenius. Sejak program TOFI (Tim Olympiade Fisika Indonesia) diluncurkan tahun 1993, pelajar binaannya sudah merebut 54 medali emas, 33 medali perak dan 42 medali perunggu di berbagai kompetisi Matematika/Fisika Internasional.
Jumlah ini bertambah ketika 3 minggu lalu TOFI memperoleh 2 medali Emas, 2 medali Perak dan 1 medali Perunggu pada International Physics Olympiad ke-39 di Hanoi, Vietnam. Sebelumnya Kelvin Anggara (SMU Sutomo, Medan) untuk pertama kalinya dalam sejarah memperoleh medali emas di Olympiade Kimia Internasional di Budapest (12-21 Januari 2008).
Yang paling terkenal, Yonatan Mailoa, siswa kelas 3 SMA Penabur BPK (IQ 153) yang pada bulan Juni 2006, merebut Medali Emas Fisika Dunia, setelah memenangkan kompetisi yang diikuti oleh 356 peserta dari 85 Negara. Mailoa sekarang melanjutkan kuliah di MIT – Massachusets Institute Of Technology, A.S. Bulan Juli 2007, Muhammad Firmansyah Kasim, murid kelas 1 SMU Negri Makasar (IQ 152) memperoleh dua medali emas: masing-masing untuk kejuaraan Olympiade Asia di China diikuti oleh 80 Negara dan Olympiade Dunia di Iran yang diikuti oleh 90 Negara.


Prof. Nelson Tansu Ph.D, memperoleh gelar Professor Fisika pada umur 25 tahun dari Pennsylvania State University, hanya sepuluh tahun setelah lulus SMU Dr. Sutomo 1 Medan, Nelson menjadi Profesor termuda dalam sejarah perguruan tinggi di Amerika Serikat. Sementara itu Reza Pradipta berumur 23 tahun saat ini sedang kuliah untuk memperoleh gelar Doktor Teknologi Nuklir di MIT – salah satu perguruan Tinggi terbaik didunia.

Kita masih ingat sebuah Majalah Politik Terkemuka A.S. ”Foreign Policy”, (yang merupakan salah satu majalah jaringan Group ”Washington Post”,) – edisi Mei 2008, menempatkan Dr. Anis Baswedan yang sekarang Rektor Universitas Paramadina – sebagai salah satu dari 100 ”World public intelectuals”, sejajar dengan Al Gore, Noam Chomsky, Francis Fukuyama, Umberto Eco, Lee Kuan Yew, sejarawan India – Ramachandra Guha dan Penulis Fareed Zakaria.


Bulan April 2004, pada kejuaraan Fisika antar tujuh universitas paling prestigius didunia – Harvard University; University of California – Berkeley California; Princeton University; California Institute of Technology; Stanford University; Bremen University dan MIT- Massachusetts Institute of Technology keluar sebagai juara setelah mengumpulkan penghargaan terbanyak. MIT mengirim 7 orang mahasiswa, 3 diantaranya mahasiswa Indonesia yang sedang belajar perguruan tinggi tersebut.


Untuk merealisasikan mimpinya Prof. Yohanes berencana mendirikan paling tidak 10 kelas super di Indonesia. Masing-masing kelas terdiri dari 20 orang yang dipilih diantara siswa yang mempunyai IQ diatas 140 dan ditempelkan di SMU unggulan di Indonesia. Sekarang ini ada satu kelas yang sudah ditempelkan ke SMU 3 Jakarta. Kalau program ini berjalan baik dipastikan dalam dua tahun, akan lebih banyak siswa Indonesia yang menjadi juara Olimpiade Asia maupun Dunia.


Tanggal 3 sampai 10 Agustus 2008 di Bali, Indonesia menjadi tuan rumah ”Asian Science Camp”, ajang pelatihan siswa unggul seluruh Asia. Mereka dilatih oleh enam pemenang hadiah Nobel diantaranya: Professor Masatoshi Koshiba (2002) Nobel Fisika Jepang, Professor Yuan Tseh Lee (1986) Nobel Kimia Taiwan, Professor Douglas Osherroff (1996) Nobel Fisika USA, Professor Richard Robers Erns (1991) Nobel Kimia Switzerland. Indonesia mengikut sertakan 350 peserta.
Beberapa mantan juara Olyimpiade Fisika yang telah menjadi peneliti di luar negri menjadi pembicara diantaranya Prof. Nelson Tansu, Profesor termuda di A.S., Prof Johny Setiawan yang bekerja di Max Planck Institute for Astronomy – satu-satunya astronomy non-Jerman di Institute itu –yang menemukan delapan planet di tata surya lain, tiga diantaranya planet HD 47536c; HD 110014b dan HD 110014c, akan dipublikasikan tahun depan dalam jurnal astronomi, dan Dr. Rizal Fajar satu dari 8 scientist yang merancang dan menerbangkan ”probe” – laboratorium penelitian angkasa luar A.S., yang berhasil mendarat di Planet Mars.


Indonesia nyatanya tidak hanya kaya sumber daya alam (SDA), namun juga sumber daya manusia (SDM). Mantan Presiden Habibie adalah seorang jenius yang lulus dari Perguruan Tinggi Rheinisch – Westfalische Technice Hohscule, Achen, Jerman dengan nilai Summa Cumlaude dibidang ”teknologi pesawat terbang” – Habiebie menjadi doktor pertama di dunia yang memperoleh Summa Cum-laude di bidang itu.
Prof. Habibie selama bermukim di Jerman menjadi warga negara kehormatan negara itu dan menjadi salah satu Vice President Pabrik Pesawat Terbang MBB – Messerschmitt Bolkow Blohm. Dialah yang menemukan rumus keretakan pesawat terbang. Penemuan itu sangat membantu upaya mendisain pesawat penumpang raksasa yang dibuat di pabrik Boeing maupun Air Bus. Rumus nya dipakai untuk mendisain pesawat Jumbo Boeing 747 dan Boeing 777 serta Air Bus A380.
Temuannya menyebabkan Habibie dikenal sebagai ”Mr. Crakers”. Habibie tahun 1976 merintis pendirian industri penerbangan IPTN (Industri Pesawat Terbang Nurtanio) di Bandung. Banyak orang muda Indonesia pintar yang didorong keperluan memperoleh fasilitas labaratorium dan lingkungan budaya peneliti yang advance terpaksa sementara bermukim di luar negri.
Ketika IPTN berhenti mendisain dan memproduksi pesawat, ratusan pegawai ahli yang sebelumnya belajar di berbagai universitas ternama dunia hengkang ke berbagai negara dan menjadi tenaga inti diperusahaan yang ditempati. Di Malaysia terdapat 200 karyawan ex IPTN yang menjadi tenaga inti dari Pabrik Komponen Pesawat di negara itu. Pabrik itu menjadi supplier untuk Air Bus A320, sebagian bahkan di “forward” ke PT Dirgantara Bandung karena mereka sendiri sudah “over-load”!
Di pabrik pesawat Embraer Brazil ada 100 tenaga Teknik Penerbangan Indonesia 5 diantaranya sudah menjadi tenaga tetap. Di pabrik Lalu, de Havilland, Kanada terdapat 10 orang Teknisi Penerbangan, sementara di Pabrik Boeing A.S. terdapat 20 orang tenaga teknik Indonesia, termasuk Profesor Sulaiman Kamil Mantan Direktur Teknologi IPTN. Di Pabrik Pesawat terbang CASA Spanyol tempat sebagian tenaga IPTN sebelumnya belajar dan dilatih terdapat seorang Trainer Indonesia Ir. Math. Risdaya Fadil.
Pesawat terbesar didunia Air Bus A380, yang tahun lalu melakukan penerbangan perdana – didisain oleh ratusan tenaga ahli dari berbagai negara. Tenaga ahli Indonesia merupakan kelompok terbanyak yang berasal dari luar Eropah!

Tidak hanya di Industri Pesawat terbang, di Silicon Valley pusat ITC termasuk pabrik Microsoft terdapat 100 ahli IT Indonesia yang bekerja disana. Ahli Indonesia banyak juga yang bekerja di NASA – National Space and Auronatica di Florida A.S. Kalau saja kelak iklim riset science sudah lebih kondusif dipastikan ratusan tenaga ahli Indonesia akan pulang kampung dan bekerja disini. Karena pengalaman empiris membuktikan orang Indonesia yang merantau tidak betah berlama lama diluar negri. Bangsa Indonesia bukan bagian dari bangsa yang suka ber migrasi kenegara lain.


Selain kaya Sumber Daya Alam Indonesia juga kaya dengan SDM – Sumber Daya Manusia Unggul – terdiri dari orang orang muda yang cerdas, hebat dan berbakat. Mereka yang akan membawa Indonesia sebagai negara dengan kekuatan ekonomi terbesar ke lima di dunia setelah Cina, India, Uni Eropah dan A.S. menurut ”Visi Indonesia 2030. Hidup Pemuda Indonesia. Selamat memperingati Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2008.



Sragen, 28 Oktober 2008.*
Ishadi S.K. (Trans Corporation)
 
Sumber : http://imperiumindonesia.blogspot.com/2009/08/menjelang-kebangkitan-indonesia-visi.html

Sabtu, 18 Februari 2012

Stanchart: RI Masuk 10 Raksasa Ekonomi, 2020 Kekuatan Cina menggeser Amerika Serikat yang pada 2010 menjadi negara terbesar.

Stanchart: RI Masuk 10 Raksasa Ekonomi, 2020

http://bisnis.vivanews.com/news/read/189139-indonesia-masuk-10-besar-ekonomi-2020

Stanchart: RI Masuk 10 Raksasa Ekonomi, 2020
Kekuatan Cina menggeser Amerika Serikat yang pada 2010 menjadi negara terbesar.

Nur Farida Ahniar

VIVAnews - China akan menjadi negara adidaya ekonomi dunia pada 2020. Kekuatan Cina bakal menggeser Amerika Serikat yang pada 2010 masih menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar dunia.

Dalam laporan terbaru Standard Chartered Research yang berjudul "The Super-Cycle Report" pada 15 November 2010, bank terkemuka internasional itu menilai dunia tengah berada dalam sebuah kelanjutan periode waktu dari pertumbuhan ekonomi tinggi.

Negara-negara berkembang akan menjadi pendorong utama pertumbuhan. Bahkan, negara-negara berkembang akan dapat melampaui negara maju dengan lebih baik. Akibatnya, keseimbangan kekuatan global ekonomi akan bergeser tegas dari Barat ke Timur. "Asia akan mendorong sebagian besar dari pertumbuhan global selama 20 tahun ke depan," kata Stanchart.

Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi China akan menjadi 6,9 persen selama dua dekade mendatang, China menyalip Amerika Serikat untuk sebagai negara adidaya ekonomi dunia pada 2020.

Total PDB China saat itu sekitar US$ 24,6 triliun, meningkat dibanding 2010 sebesar US$ 5,9 triliun. Sedangkan, PDB Amerika sendiri diperkirakan mencapai US$ 23,3 triliun meningkat dibanding 2010 sebesar US$ 14,6 triliun.

Pertumbuhan ekonomi India naik 9,3 persen dalam periode yang sama dan mengekori Amerika Serikat sebagai perekonomian terbesar ketiga pada 2030. PDB India akan mencapai US$9,6 triliun. Posisi India langsung melesat, karena pada 2010 negara ini tidak masuk dalam daftar negara terbesar.

Selain China dan India, kekuatan baru yang bakal melesat adalah Brazil dan Rusia. Dalam satu dekade lagi, Brazil akan menempati posisi kelima dengan PDB US$5,1 triliun. Sedangkan, Rusia akan menempati posisi kedelapan dengan PDB US$ 3,5 triliun.

Kejutan lainnya adalah masuknya Indonesia - seperti halnya India - yang tahun ini tak masuk 10 negara terbesar ekonomi dunia. Namun, pada sepuluh tahun lagi, Indonesia akan masuk urutan kesepuluh dengan total PDB US$3,2 triliun.

Sementara, negara-negara Eropa yang sekarang dikenal sebagai negara industri maju justru turun dari posisi saat ini. Bahkan, Italia dan Kanada justru terpental dari sepuluh besar.

10 Besar Ekonomi Dunia 2010 dan 2020
2010 PDB (US$ triliun) 2020 PDB (US$ triliun)
Amerika Serikat 14,6 China 24,6
China 5,9 Amerika Serikat 23,3
Jepang 5,6 India 9,6
Jerman 3,3 Jepang 6,0
Prancis 2,6 Brazil 5,1
Inggris 2,3 Jerman 5,0
Italia 2,0 Prancis 3,9
Brazil 2,0 Rusia 3,5
Kanada 1,6 Inggris 3,4
Rusia 1,5 Indonesia 3,2

Sumber: IMF dan Stanchart

Menurut laporan Stanchart, peta negara maju dunia selalu berubah tiap dekade. Pada abad 19, awalnya Inggris sebagai negara produktif memimpin secara ekonomi, lalu disusul oleh Amerika Serikat menjelang akhir abad 19.

Namun, pasca era perang dunia, Jepang menjadi negara maju di bidang ekonomi. Sekarang, China menjadi negara yang ekonominya paling dinamis, sedangkan India akan menyusul secepatnya.

Kemajuan tersebut membuat standar hidup yang diukur dengan pendapatan per kapita akan meningkat sembilan kali lipat di China dan India dalam kurun waktu antara tahun 2000 hingga 2030.

Sedangkan pada 2030, kekuatan ekonomi akan bergeser dari negara Barat ke negara Timur. Sedangkan AS, Uni Eropa dan Jepang yang mewakili 72 persen ekonomi global harus menyusut hanya 29 persen pada 2030. Saat itu, kekuatan ekonomi telah pindah ke kekuatan baru, seperti China, India, Brazil dan Indonesia. (hs)

Sumber : http://indonesian-treasury.blogspot.com/2011/01/stanchart-ri-masuk-10-raksasa-ekonomi.html

Kenapa Ekonomi Indonesia Geser Jepang 2030?

Kenapa Ekonomi Indonesia Geser Jepang 2030?

Indonesia akan masuk 10 raksasa ekonomi 2020, dan lima besar pada 2030.


Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (Nur Farida Ahniar)

VIVAnews - Pada 2030, ekonomi Indonesia diperkirakan akan mengalahkan Jepang. Pada tahun itu, Indonesia menempati peringkat ke lima negara terbesar, sedangkan Jepang peringkat ke enam.

Dalam laporan khusus Stanchart berjudul "The Super-Cycle Report", Indonesia mulai menjadi negara bersinar yang semula menempati peringkat ke-28 pada 2000, bakal menjadi salah satu raksasa ekonomi ekonomi dunia dalam dua dekade mendatang. Berada di posisi kelima, Indonesia akan tampil mendampingi China, Amerika Serikat, India dan Brazil.

Laporan Stanchart sesungguhnya menambah daftar beberapa laporan lembaga keuangan dunia sebelumnya yang meyakini Indonesia bakal menjadi pemain terkemuka dalam beberapa dekade mendatang.

Sebelumnya, Goldman Sachs Group memperkenalkan empat negara calon kekuatan ekonomi baru dunia pada 2020 dengan sebutan BRIC, kepanjangan dari Brazil, Rusia, India dan China. BRIC akan menjadi kekuatan ekonomi paling dominan pada 2050.

Selain BRIC, Goldman Sachs membuat istilah baru, yakni Next11. Ini mencakup Indonesia, Turki, Korea Selatan, Meksiko, Iran, Nigeria, Mesir, Filipina, Pakistan, Vietnam dan Bangladesh.

Lembaga keuangan lainnya, Morgan Stanley malah mengusulkan tambahan Indonesia pada BRIC menjadi BRICI. Alasannya, dalam lima tahun ke depan, lembaga terkemuka ini memperkirakan PDB Indonesia bakal mencapai US$800 miliar.

Majalah bergengsi The Economist, pada Juli 2010 juga memasukkan Indonesia sebagai calon kekuatan ekonomi baru pada 2030 di luar BRIC. The Economist mengenalkan akronim baru dengan sebutan CIVETS, kepanjangan dari Colombia, Indonesia, Vietnam, Egypt, Turkey dan South Africa.

Laporan Stanchart menyebutkan negara-negara berkembang akan melampaui negara maju dengan lebih baik. Akibatnya, keseimbangan kekuatan global ekonomi akan bergeser tegas dari Barat ke Timur.

Pemicunya adalah peningkatan perdagangan, terutama pada pasar-pasar dari negara berkembang, industrialisasi yang pesat, urbanisasi dan meningkatnya masyarakat kelas menengah di negara berkembang.

"Asia akan mendorong sebagian besar dari pertumbuhan global selama 20 tahun ke depan," kata Stanchart.

***

Saat ini, Indonesia yang merupakan kekuatan ekonomi terbesar di kawasan ASEAN memang sudah masuk dalam jajaran 20 kekuatan ekonomi dunia yang tergabung dalam forum G-20. Namun, Indonesia belum masuk ke dalam 10 negara besar dunia.

Namun, seperti dilaporkan Stanchart, pada 2020 Indonesia bakal masuk peringkat 10 raksasa ekonomi dunia dengan total PDB US$3,2 triliun. Sementara pada 2030, Indonesia bakal mengalahkan Jepang yang melorot ke peringkat enam dari peringkat lima 2020. Pada saat itu, PDB Indonesia diperkirakan mencapai US$9,3 triliun.

Pertanyaannya, mengapa Indonesia bakal menjadi kekuatan baru ekonomi dunia seperti halnya China dan India?

Menurut Stanchart, negara-negara ini memiliki suplai tenaga kerja yang murah dan produktif mendukung pertumbuhan negara Asia yang diperkirakan tumbuh rata-rata 5,2 persen.

Khusus Indonesia, menurut Stanchart, akan menjadi negara bersinar lantaran juga didukung oleh pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 persen dalam dua dekade mendatang. Pertumbuhan ini didukung oleh komoditas ekspor. "Indonesia bahkan seharusnya bisa mendepak Rusia dalam kelompok BRIC," tulis laporan Stanchart.

Namun, untuk menggapai impian besar tersebut, Indonesia dan negara-negara Asia lainnya menghadapi sejumlah tantangan. Di antaranyar adalah perlunya meningkatkan basis manufaktur agar mempunyai nilai tambah untuk memasok barang setengah jadi dan barang modal.

Selain itu, Indonesia juga harus mengatasi kurangnya infrastruktur, dan sektor jasa harus melengkapi sektor manufaktur untuk menambah dorongan bagi pertumbuhan ekonomi. (umi)

• VIVAnews
Sumber : http://fokus.vivanews.com/news/read/189227-mengapa-ekonomi-indonesia-geser-jepang-

Stanchart: 2030, Ekonomi RI Kalahkan Jepang

Stanchart: 2030, Ekonomi RI Kalahkan Jepang

Pada 2030, ekonomi Indonesia bukan sekedar menggeser Jerman, Prancis, Rusia dan Inggris.


Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (Heri Susanto)

VIVAnews - Optimisme Indonesia sebagai calon kekuatan ekonomi dunia baru kian merebak. Kali ini, keyakinan itu datang dari bank nomor satu di Inggris, Standard Chartered Bank yang memperkirakan kekuatan ekonomi Indonesia akan mengalahkan Jepang pada 2030.

Dalam laporan khusus Stanchart berjudul "The Super-Cycle Report" yang baru saja dipublikasikan 15 November ini, bank terkemuka internasional itu menilai dunia tengah berada dalam sebuah kelanjutan periode waktu dari pertumbuhan ekonomi tinggi yang mereka sebut dengan istilah super-cycle.

Menurut Dr. Gerard Lyons, Chief Economist and Group Head of Global Research Stanchart, sebuah super-cycle berarti akan terjadi potensi terbalik dalam hal pertumbuhan global yang kuat. Ini juga tak terlepas dari fakta bahwa negara-negara berkembang akan menjadi pendorong utama pertumbuhan, sedangkan negara barat memiliki kemampuan untuk mendapatkan keuntungan dari perubahan ekonomi global dengan beradaptasi dan berubah.”

Pertumbuhan kuat dimulai sejak tahun 2000 dan akan berlangsung hingga beberapa dekade mendatang. "Pada 2030, volume perekonomian global akan mencapai lebih dari US$300 triliun," demikian laporan tersebut. Volume ini naik dibandingkan posisi saat ini sebesar US$62 triliun.

Yang lebih menarik, kata laporan itu, negara-negara berkembang akan dapat melampaui negara maju dengan lebih baik. Akibatnya, keseimbangan kekuatan global ekonomi akan bergeser tegas dari Barat ke Timur. Pemicunya adalah peningkatan perdagangan, terutama pada pasar-pasar dari negara berkembang, industrialisasi yang pesat, urbanisasi dan meningkatnya masyarakat kelas menengah di negara berkembang.

"Asia akan mendorong sebagian besar dari pertumbuhan global selama 20 tahun ke depan," kata Stanchart. Asia yang kerap disebut adalah China, India dan Indonesia.

Pada saat itu, taraf hidup yang diukur dengan pendapatan per kapita riil, akan meningkat sembilan kali lipat di China dan India antara tahun 2000 dan 2030. Peningkatan penghasilan pribadi akan mendorong miliaran orang masuk kelas menengah dan meningkatnya konsumsi akan memacu pertumbuhan ekonomi domestik.

Tingkat pertumbuhan ekonomi China akan menjadi 6,9 persen selama dua dekade mendatang, bahkan menyalip Amerika Serikat untuk sebagai negara adidaya ekonomi dunia dalam satu dekade, yakni pada 2020. Pertumbuhan ekonomi India naik 9,3 persen dalam periode yang sama dan mengekori Amerika Serikat sebagai perekonomian terbesar ketiga pada 2030.

Bagaimana dengan Indonesia?

Menurut laporan tersebut, dalam satu dekade mendatang, Indonesia akan menempati posisi kesepuluh sebagai kekuatan ekonomi dunia. Indonesia berada di bawah Jerman, Prancis, Rusia dan Inggris yang berada di urutan keenam hingga kesembilan.

Namun, pada satu dekade berikutnya atau 2030, Indonesia bukan hanya mengalahkan empat negara tersebut. Indonesia bahkan akan mengalahkan Jepang yang sekarang merupakan kekuatan ekonomi terbesar ketiga dunia setelah Amerika dan China.

Pada saat itu, Indonesia berada di posisi kelima dunia dengan produk domestik bruto US$9,3 triliun sedangkan Jepang di urutan keenam dengan PDB US$8,4 triliun.

Sumber : http://bisnis.vivanews.com/news/read/189101-stanchart--2030--ekonomi-ri-kalahkan-jepang

INDONESIA BANGKIT ATAU SAKIT?

INDONESIA BANGKIT ATAU SAKIT?

Oleh Hadi Supeno

Tanggal 17 Agustus 2007 ini genap 62 tahun Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan negara Republik Indonesia. Sebuah tindakan yang heroik historik strategik, karena dari sinilah nasib Indonesia ke depan ditentukan setelah beratus-ratus tahun hidup dalam cengkeraman kaum penjajah.

Revolusi segera berkobar untuk mengusir penjajah Belanda yang tak sudi beranjak pergi dari negeri ini. Sebagai negara baru, kesulitan demi kesulitan datang silih berganti. Konstitusi dan tradisi bernegara yang belum mapan, keberagaman etnik dan multikultur, konflik kepentingan elite politik, serta gerakan separatisme di beberapa daerah adalah persoalan nyata yang memaksa Bung Karno bekerja keras dan terpaksa berteriak; “Revolusi belum selesai!”.

Setelah ditempa berbagai gelombang kehidupan berbangsa dan bernegara Pak Harto mengantarkan Indonesia menjadi negara modern. Lewat jargon ekonomi sebagai panglima, Indonesia berhasil mengatasi berbagai kesulitan pasca tragedi 1965. Angka inflasi ditekan, beras murah disediakan, infrastruktur dibangun, investasi diundang, tahun 1985 Indonesia bisa swasembada pangan, serta dalam kurun waktu yang lama ekonomi secara konstan bisa tumbuh dalam kisaran 6-7 persen per tahun.

Dengan penuh optimisme, tahun 1994 Pak Harto mencanangkan Kebangkitan Nasional Kedua, yang digambarkan Indonesia segera tinggal landas (take off) setelah melalui tahapan-tahapan perubahan masyarakat sebagaimana teori WW Roostow (1968) ; masyarakat primitif, masyarakat agraris, masyarakat pra industri, masyarakat industri, dan konsumsi massal.

Tetapi impian untuk tinggal landas laksana pesawat air bus berbadan lebar yang terbang menjulang tinggi menembus awan gemawan melangkahi gunung gemunung menuju masyarakat modern dengan konsumsi massal tinggi gagal total. Krisis moneter bukan saja telah mengakhiri rezim Orde Baru, tetapi juga bangunan ekonomi yang laksana rumah gabus, rontok hanya dalam waktu yang amat singkat.

Pesawat besar penuh penumpang bukan tinggal landas, tetapi tinggal di landasan. Pilot diganti, tetapi kerusakan landasan terlalu parah sehingga jangankan terbang, untuk bergerak atret pun sulit. Pak Habibie menghadapi kenyataan sangat pahit ketika dilantik menjadi pilot Indonesia, nilai tukar rupiah mencapai Rp 16.000 per dolar, inflasi lebih 100 %, bunga deposito sempat mencapai 67,5 persen per tahun. Banyak bank mengalami rush, lalu kolap. Diluncurkanlah program Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk menyelamatkan bank-bank yang kolap mencapai Rp 650 triliun. Ekonomi tidak semakin baik, bank-bank tidak kembali tegak karena dana BLBI yang melebihi APBN satu tahun kala itu dibawa lari ke luar negeri.

Gus Dur, Megawati Sukarnoputri, dan disusul Susilo Bambang Yudoyono silih berganti memimpin negeri yang telah memasuki era demokratisasi. UUD 1945 diamandemen walaupun masih terus menghadirkan kontraversi. Tetapi pelaksanaan otonomi daerah dan Pemilu multi partai dan pemilihan Presiden langsung harus diakui sebagai sebuah prestasi.

Sekarang sudah 9 tahun gonjang ganjing yang melahirkan era reformasi itu berlalu. Kenyataan tidak seindah yang dibayangkan. Demokrasi tidak serta merta menghadirkan kemakmuran bagi rakyat negeri. Tingginya angka pengangguran dan kemiskinan masih menjadi problem utama bangsa. Belum lagi bencana demi bencana yang tak pernah reda semakin memperberat nestapa. Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menjadi tujuan awal reformasi makin jauh dari harapan.

Mimpi bangkit

Di tengah-tengah kegalauan macam itu, awal 2007 kita dikejutkan oleh impian kembali kebangkitan Indonesia. Yayasan Indonesia Forum (YIF), di Istana Negara meluncurkan sebuah cetak biru yang diberi judul Visi Indonesia 2030, yang ditanggapi Presiden SBY sebagai mimpi bangsa yang harus diperjuangkan.

Menurut YIF, pada tahun 2030 dengan income perkapita 18.000 dollar AS`per tahun, dan jumlah penduduk 285 juta jiwa, Indonesia akan tampil sebagai kekuatan ekonomi dunia ke lima setelah China, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan India. Seperti lupa pada sejarah dan buta pada fakta, entah mengapa Jepang dan Korea tidak masuk dalam hitungan. Juga Uni Eropa dianggap satu negara. Naif bukan?

Mungkin YIF membangun mimpi berdasarkaan indikator ekonomi makro saat ini seperti; nilai tukar rupiah relative stabil, pertumbuhan di atas 6 % per tahun, cadangan devisa mencapai 52 milliar dollar AS, bunga bank di bawah 9 %, inflasi stabil di bawah 1 digit, nilai ekspor terus naik, dan indeks harga saham gabungan terus menguat.

Tetapi ada yang dilupakan oleh para perancang Visi Indonesia 2030, yakni menempatkaan pasyarat kemajuan hanya dari kacamata ekonomi. Ia lupa bahwa di atas indikator-indikator tersebut, ada aspek yang paling esensial yaitu sumber daya manusia. Semua sepakat bahwa SDM itu penting, SDM itu utama, SDM itu bisa mengalahkan potensi sumber daya alam bila memperoleh tempat yang tepat. Tetapi visi itu tidak merancang bagaimana arah SDM akan dibawa, dan tidak menempatkan sebagai prasyarat untuk mencapai Indonesia yang diimpikan.

YIF lupa, kegagalan Orde Baru justru dalam hal menyiapkan manusianya. Infrastruktur ekonomi dibangun, investasi diundang, finansial diperkuat, ekspor digenjot, tetapi pendidikan, kebudayaan, dan pembangunan karakter bangsa (national character building) dilupakan. Akibatnya, pembangunan yang telah lama dilaksanakan dengan menguras sumber-sumber alam potensial dan bergunung-gunung hutang lenyap dalam tempo singkat.

Melupakan pendidikan

Dengan perspektif seperti itu, bagi saya sah-sah saja siapapun untuk bermimpi dan menetapkan visi bagaimana Indonesia ke depan. Tetapi ada yang tidak boleh dilupakan bila tidak ingin mengulang kegagalan, yaitu membangun manusianya. Pertanyaan siapa manusia Indonesia itu, mau dibawa ke mana, apa standar minimal kemampuannya, bagaimana memberikan pelayanan pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan, harus dijawab terlebih dahulu.

Oleh sebab itu, bila sekarang muncul kesadaran perlunya Indonesia Bankit di segala bidang kehidupan, perlulah strategi kebudayaan dilakukan dengan menempatkan manusia pada derajat kemanusiaan yang tertinggi. Pembangunan manusia tidak lain pendidikan, karena dengan pendidikan itulah potensi-potensi didayagunakan untuk mencapai target-target lainnya.

Repotnya, lagi-lagi kita belum menomorsatukan pembangunan SDM. Anggaran pendidikan masih di bawah angka 20 persen APBN sesuai perintah UUD. Ukuran kemajuan masih diukur dari sudut ekonomi, bukan dari sudut SDM, kebudayaan dan karakter bangsa. Padahal mestinya eknomi untuk manusia, bukan sebaliknya. Tak bisa dibantah, jangankan dengan Amerika atau Uni Eropa, sedangkan dengan Malaysia, Thailand dan Singapura pun indeks pembangunan manusia Indonesia masih tertinggal jauh.

Nah kalau kondisinya masih begitu, Visi Indonesia 2030 tidak akan membuat Negara Indonesia bangkit, boleh jadi malahan tambah sakit. Tanpa membangun manusianya, kisah negara gagal Orde Baru akan berulang pada orde apapun namanya. “Jas Merah. Jangan sekali-kali melupakan sejarah”kata Bung Karno.

Dirgahayu Indonesia. Merdeka!***

Banjarnegara, 15 Agustus 2007

Kebangkitan Ekonomi Indonesia 2030 dengan Entrepreneurship

Ekonomi Makro dan Entrepreneurship

Terinspirasi kembali oleh karya klasik Yoshihara Kunio, The Rise of Ersatz Capitalism in Southeast Asia ( 1988), saya berusaha untuk mencari interkoneksi antara kondisi ekonomi makro yang nampak dinamis dan canggih di media ( namun sulit dimengerti oleh awam yang telanjur terkesima dengan penjelasan penuh istilah keren a la akuntansi ), dengan posisi saya sebagai pelaku ekonomi mikro serta gembar- gembor soal "kebangkitan ekonomi" Indonesia 2030 ( mencari tahu, apakah ini optimisme realistik atau optimisme platonik).

Secara singkat, Yoshihara berpendapat bahwa kapitalisme Asia Tenggara menjadi ersatz karena dua hal,

Yang pertama; Campur tangan pemerintah terlalu banyak, sehingga mengganggu prinsip kompetisi pasar. Belum lagi sebenarnya banyak pihak di dalam pemerintahan yang main di dua kaki, bisnis dan politik, atau saudara seiblis-nya, bisnis dan militer. Kedua hal ini menimbulkan jamur beracun bernama pemburu rente ( dan KKN tentunya). Bagi Anda yang suka dengan buku investigatif, tentu paham bagaimana detail berjalannya Pertamina di bawah Ibnu Sutowo, atau monopoli terigu Bogasari- Indofood yang nampak gagah tapi bikin miris itu. Hal ini membentuk budaya yang mematikan wirausahawan sejati, yang sebenarnya terbentuk dari bibit persamaan kesempatan untuk berusaha.

Yang kedua; kapitalisme di Indonesia (Asia Tenggara) tidak didasarkan pada perkembangan teknologi yang memadai, akibatnya, sampai sekarang kita merasakan bahwa industrialisasi yang mandiri itu tak pernah tumbuh. Kapitalisme di Asia Tenggara dominan di bidang jasa, kalaupun di bidang industri, dia hanya bergerak sebagai "kapitalisme komprador" yaitu bertindak sebagai agen industri manufaktur asing di negerinya sendiri ( faktor murahnya manpower berkemampuan teknis tinggi).

Padahal untuk membangun kemandirian ekonomi, maka industri yang berbasis kreasi teknologi khas- budaya masyarakat ( yang paling tahu target dan kebutuhannya), adalah sangat penting. [ Jadi, Anda jangan berharap pada kami yang digodok di institut teknologi untuk mampu menjadi motor lahirnya industri berbasis teknologi-yang bisa memberi nilai tambah ekonomi buat faktor produksi di Indonesia- kenapa ? Sejak semula didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda, institut ini memang dimaksudkan untuk menyuplai tenaga ahli teknis murah bagi perusahaan Belanda dari kalangan pribumi.

Menilik cerita Bernard HM Vlekke, saya mulai tersadar nampaknya keadaaan itu tidak berubah hingga sekarang, kami dengan bangga hati dan bersemangat tinggi menjadi bagian dari para "komprador" *]

Memetik pendapat dari Noam Chomsky, bahwa Asia Tenggara secara defaultnya adalah penghasil bahan baku, dan port-nya adalah Singapura. Sekali lagi, kalau mengingat kembali memori sejarah, bukankah Portugis dan Belanda dulu sempat- sempatnya mampir ke sini memang karena kita "kaya" bahan baku ? Kalau tidak "kaya", lalu apa yang membuat nusantara layak untuk diajak "berdagang" ( baca : dijajah) oleh perusahaan multinasional bernama VOC ?

Dan kesadaran bahwa yang berdagang ( baca : menjajah) nusantara itu adalah sebuah perusahaan quasi militer ( baca : kongsi dagang yang dillindungi tentara) pun, jarang sekali yang menyadari*. Artinya, jika sampai sekarang ekspor Indonesia masih di sekitaran bahan baku ( misal : sawit, batubara, tembaga, atau emas-nya Freeport), menurut hemat saya, tidak ada perubahan signifikan .Industri kita mengalami stagnasi selama 30 tahun terakhir. Jika pemahaman yang dimaksud dalam konsep industri adalah kontribusinya pada pemasukan negara, ditinjau dari proporsi industri terhadap pertanian, maka sudah signifikan. Tapi, jika mengacu pada pandangan industri kontemporer, kita jauh panggang dari api. Karena yang dimaksud dengan industrialisasi adalah pendalaman industri. Kemajuan pendalaman industri ini terlihat dari gradasi peningkatan teknologi proses dan nilai tambah terhadap bahan baku asal ( faktor produksi).

Kita tidak bisa stagnan bergantung pada industri berbasis low technology yang nilai tambahnya rendah sekali. Banyak industri kita terjebak pada budaya merakit ( assembling). Saya mencoba untuk menengok ke tetangga, siapa tahu ada yang bisa kita pelajari, yaitu Korea Selatan. Setiap sepuluh tahun pada mereka terjadi perubahan pengembangan industri. Selalu ada yang bisa diunggulkan, misalkan pada 1960-an, mereka unggul pada ekspor raw silk. Bertahap pada 1970-an ke wigs, ships pada 1980-an, leather goods pada 1990-an, dan pada 200-an sampai dengan sekarang pengembangan automobiles. Kunci dari pendalaman industri adalah pada kekuatan perbaikan terus menerus ( Continues Improvement), yang tentunya bertumpu pada riset dan pengembangan.

Prof Michael Porter membagi tahapan industrialisasi menjadi tiga, yaitu tahap factor driven (digerakkan oleh ketersediaan faktor produksi) didalamnya adalah : Angola, Bolivia, dan India; tahap investment driven (didorong oleh kekuatan investasi) terdapat : Brasil, Afrika Selatan, dan Rusia dan tahap innovation driven (dimotori kemampuan inovasi) didalamnya : Israel, Jepang, Jerman, dan AS. Pada awalnya, industrialisasi lebih mengandalkan pada upah buruh rendah dan ketersediaan sumber daya yang berlimpah.

Setelah itu laju industrialisasi lebih ditentukan oleh faktor investasi. Itu sebabnya, persaingan antarnegara berkembang yang paling menonjol saat ini adalah persaingan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif agar para investor dapat bergerak leluasa di negara-negara tersebut. Bermacam cara dilakukan, dari deregulasi sampai pemberian insentif besar-besaran. Tak ada negara yang mau ketinggalan dalam perlombaan memberi kemudahan dan kenyamanan untuk investasi ini. Negara yang peraturannya berbelit- belit, birokrasinya ruwet, korupsinya meluas, kualitas sumber daya manusianya rendah, dan infrastruktur bisnisnya parah, tak akan banyak menarik investor. Yang akan terjadi adalah lingkaran setan (vicious circle) ekonomi biaya tinggi.

Investor akan memilih negara lain sebagai basis produksinya. Lalu, apakah jika investasi asing masuk dalam jumlah besar maka Indonesia layak masuk kategori tahap ketiga ? Belum tentu, kondisi pemain pasar uang di Indonesia masih didominasi oleh asing, berkisar antara 60- 70 %. Hal tersebut menyebabkan kondisi ekonomi kita masih sangat terpengaruh oleh asing. Arus uang masuk ke Indonesia sifatnya hanya untuk mencari keuntungan ( gain) sementara, sehingga tidak masuk menjadi modal permanen bagi pembangunan Indonesia.

Saya cenderung kepada pembangunan bertahap, transformasi progresif ini harus ada dan terjadi, mulai dari yang kecil namun masif -melibatkan semua pihak- dan mulai dari sekarang tentunya. Bukan hanya pemerintah saja yang bisa diharapkan ( kali ini saya berpikir positif semoga pemerintah benar- benar bisa dikasih harapan), tapi semua pihak masyarakat. Ada data yang menarik, korelasi positif antara indeks entrepreneurship ( kewirausahaan) dengan peningkatan positif pendapatan perkapita.

Tapi kewirausahaan macam mana yang berpengaruh positif terhadap pendapatan perkapita negara ? Dalam hal ini, fokusnya sekali lagi pada Opportunity Based Entrepreneurship (kewirausahaan karena tersedianya peluang untuk menjadi pemain pasar). Untuk negara semacam Indonesia, maka ada beberapa prasyarat utama yang harus ada, yaitu efisiensi institusi negara ( birokrasi), pemerataan infrastruktur, stabilitas makroekonomi, dan pemerataan kualitas pendidikan serta kesehatan. Jika selama ini banyak ahli di media yang berkoar untuk mencontoh apa yang telah dihasilkan oleh Jepang, Jerman, atau AS, maka itu adalah tahapan berikutnya, yaitu peningkatan kualitas pendidikan tinggi, efisiensi pasar, efisiensi pasar tenaga kerja, kesiapan untuk melakukan adopsi dan akulturasi (baca :pencurian) teknologi, serta ukuran pasar lokal ( untuk yang terakhir ini, Indonesia sangat potensial).

Seperti kata George Orwell, " Ignorance is Bliss", yup, bermimpi dan menancapkan target memang indah dan puitis, namun hidup nyatanya adalah prosa, bukan puisi. Ketika ditargetkan bahwa Indonesia akan "sejajar" dengan Brasil, Cina, dan India, bahkan mengalahkan AS dan Jepang di suatu masa, maka mari kita lihat detailnya, dimana posisi kita sekarang dan seberapa jauh posisi ini terhadap target yang akan kita raih. Saya suka ketika ada tokoh yang dengan optimis mengungkapkan optimisme Indonesia 2020 atau 2030 yang akan jadi raja dunia, namun saya kembali ragu karena yang dijadikan parameter adalah indikator ekonomi makro, lalu lupa menjelaskan proses- proses ekonomi mikro yang menunjang keberlangsungan aktivitas ekonomi jangka panjangnya, kali ini saya sepakat dengan Nassem Nicholas Thaleb, " Jangan percaya dengan peramal tren ekonomi, mereka pembual ".

Dari penjelasan Global Entrepreneurship Monitor saya bisa ambil kesimpulan, bahwa manusia adalah aset ekonomi terbesar suatu negara, dan kunci untuk membangun aset adalah pada kualitas pendidikan. Kekuatan ekonomi makro ditunjang oleh solidnya ekonomi mikro, yaitu perusahaan- perusahaan yang dikendalikan oleh manusia berpengetahuan.

Saya pribadi berharap kepada kawan- kawan pemenang atau nominator kompetisi bisnis anak muda semacam Shell LiveWire, Wirausaha Muda Mandiri, Telkom Indigo, dan macam- macam kompetisi wirausaha muda lain untuk tetap solid dan teguh membangun ide inovasi bisnis berkarakter khas, melakukan perbaikan berkelanjutan terus menerus (Continues Improvement- KAIZEN; Edward Deming), pertumbuhan berkelanjutan (Sustainable Growth; Januar Darwaman, PhD), dan berharap banyak beberapa dekade lagi (10 tahun lagi 2020, 20 tahun lagi 2030, mari kita hitung mundur) kemandirian ekonomi Indonesia menjadi terwujud riil, bukan ersatz lagi.

Kali ini saya mulai memahami nasehat kakek saya, " Alon alon waton kelakon, sing temen bakal tinemu (Pelan pelan asalkan terwujud, siapa yang bersungguh- sungguh akan menemukan kesuksesan)". Masih banyak kerja yang harus dilaksanakan, jika memang target kemandirian ekonomi tersebut mau dijadikan optimisme realistik, ya manjadda wa jada !

Sumber : http://politikana.com/baca/2010/01/29/ekonomi-makro-dan-entrepreneurship.html

Membangun Karakter dan Kemandirian Bangsa

Membangun Karakter dan Kemandirian Bangsa Buat halaman ini dalam format PDF Cetak halaman ini
Selasa, 19 Juni 2007

M. Hatta Rajasa
Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia

Pendahuluan
Pembangunan bangsa dan pembangunan karakter bangsa adalah dua istilah yang sering saling dipertautkan antara satu dengan lainnya. Hal ini sangat wajar karena artikulasi sebuah bangsa memang berbeda dengan sebuah benda fisik biasa, misalnya bangunan atau jembatan. Jika sebuah bangunan atau jembatan runtuh, maka keruntuhannya dapat tampak secara fisik, antara lain dengan berserakannya bagian bagian jembatan atau bangunan tersebut.

Namun hal tersebut berbeda dengan bangsa. Sebuah bangsa adalah kumpulan dari tata nilai (values). Sendi sendi yang menopang sebuah bangsa umumnya adalah berupa karakter dan mentalitas rakyatnya yang menjadi pondasi yang kukuh dari tata nilai bangsa tersebut. Keruntuhan sebuah bangsa umumnya ditandai dengan semakin lunturnya nilai nilai bangsa tersebut, walaupun secara fisik bangsa tersebut sebenarnya masih eksis.Â

Meskipun sudah bukan barang baru, namun harus diakui bahwa fenomena globalisasi adalah dinamika yang paling strategis dan membawa pengaruh dalam tata nilai dari berbagai bangsa termasuk bangsa Indonesia. Sebagian kalangan menganggapnya sebagai ancaman yang berpotensi untuk menggulung tata nilai dan tradisi bangsa kita dan menggantinya dengan tata nilai pragmatisme dan populerisme asing.

Di pihak lain, globalisasi adalah juga sebuah fenomena alami, sebuah fragmen dari perkembangan proses peradaban yang harus kita lalui bersama. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada makalah ini globalisasi akan dijadikan sebagai acuan untuk mengulas pembangunan karakter bangsa menuju pada kemandirian bangsa.

Dan sehubungan bahwa generasi muda adalah komponen bangsa yang paling rentan dalam proses amalgamasi tata nilai dan budaya, maka menjelang 100 tahun peringatan Hari Kebangkitan Nasional, secara khusus akan diberikan ulasan tentang peran kritis generasi muda dalam pembangunan dan pemberdayaan karakter kebangsaan yang positif, yang menunjang pada kemandirian bangsa di tengah terpaan arus globalisasi.

Pembangunan Bangsa yang Berkarakter
Pada prinsipnya memang membangun sebuah bangsa tidaklah cukup hanya dalam esensi fisik belaka. Perlu adanya suatu orientasi yang sedemikian sehingga esensi fisik tersebut berlanjut dalam suatu internalisasi untuk menuju pada pembangunan tata nilai atau sebaliknya pembangunan yang berorientasi pada tatanan fisik tersebut dijiwai oleh semangat peningkatan tata nilai sosio kemasyarakatan dan budaya, meskipun yang kedua ini umumnya lebih sulit dibandingkan dengan yang pertama.

Setidaknya ada 2 (dua) argumen penting menyangkut pembangunan yang bertata nilai yakni:

  • 1. Pembangunan yang bertata nilai merupakan esensi dari suatu pemahaman pembangunan yang sepenuhnya berorientasi pada manusia sebagai subyek pembangunan atau lazim dikenal dengan human oriented development. Tanpa adanya orientasi hal yang demikian, maka pembangunan hanya akan mencakup tataran fisik dan tanpa disertai adanya pembangunan budaya serta peningkatan standar nilai kehidupan manusianya.
  • 2. Pembangunan yang bertata nilai juga berarti jalur untuk dapat tercapainya suatu tata pemerintahan yang baik, atau good governance. Karena hanya melalui orientasi pembangunan yang semacam ini sajalah, maka dapat diharapkan akan terjadi interaksi positif antara pemerintah dan masyarakatnya untuk secara arif mengelola sumber daya alam maupun juga tentunya penataan sumber daya manusianya yang sedemikian sehingga tidak bernuansa eksploitasi, apalagi mengarah pada sejumlah bentuk eksploitasi yang tidak bertanggung jawab. Dengan cara ini, maka tidak saja pembangunan yang bertata nilai akan semakin meningkatkan kondusifitas interaksi antara pemerintah dan masyarakatnya akan tetapi juga semakin mempercepat proses pembentukan suatu masyarakat madani yang lebih demokratis.

Untuk lebih dapat memahami dalam konteks yang lebih praktikal, maka dalam makalah ini akan diulas tentang sejumlah hal terkait dengan arti dan makna pembinaan karakter bangsa, potensi potensi bangsa yang harus dikembangkan untuk mencapai kemandirian bangsa yang bertata nilai, dan tentunya juga peran kritis dari generasi muda didalamnya.

Arti dan Makna Pembinaan Karakter Bangsa
Mantan Perdana Menteri Malaysia, Datuk Sri Dr. Mahathir Muhammad pernah mengeluarkan sebuah pernyataan retorik tentang pembinaan karakter suatu bangsa yakni,

“Ketika suatu bangsa mulai membangun, maka yang pertama kali menjadi korban adalah kelembagaan keluarga berikut seluruh tatanan nilai kekeluargaan yang ada di dalamnya�?.

Pernyataan retorik di atas tentunya mengandung arti yang luas walaupun barangkali tidak terlalu paradoksal. Sebagian dari kita tentu memahami bahwa di negara-negara industri maju, memang umumnya fenomena hilangnya kohesivitas keluarga, sangat tampak dan sangat kentara, sejalan dengan semakin meningkatnya idiom “modernisasi�? di negara-negara tersebut.

Sehingga pembangunan dan pembinaan karakter suatu bangsa menjadi suatu istilah yang semakin sering diungkapkan sekaligus di perlukan pemahamannya yang lebih baik, khususnya dalam menjadikan pembangunan fisik suatu bangsa sebagai salah satu instrumen dalam pembinaan karakter manusianya.

Aspek lain yang tidak kalah pentingnya adalah pengaruh dari kemajuan kapasitas berpikir manusia, yang umumnya diartikulasikan dalam bentuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Terutama dalam hal ini adalah teknologi informasi dan telekomunikasi. Kedua jenis teknologi ini secara sangat radikal telah mengakselerasi proses interaksi antar manusia dari berbagai bangsa dan memberikan dampak adanya amalgamasi berbagai kepentingan lintas bangsa atau lazim dikenal dengan globalisasi. Salah satu unsur yang sejatinya sudah ada dalam proses amalgamasi kepentingan antar manusia dari jaman dahulu kala adalah daya saing atau competitiveness.

Menurut Michael Porter (1999), dalam bukunya Daya Saing sebuah Bangsa (The Competitiveness of A Nation), pemahaman daya saing sebagai salah satu keunggulan yang dimiliki suatu entitas dibandingkan dengan entitas lainnya, bukanlah baru muncul di era abad ke-21 sekarang ini.

Gambar 1. Model rantai nilai Daya Saing
(dimodifikasi dari Porter, 1999)

hatta_gb1.jpgÂ


Peran daya saing dalam menjadikan suatu entitas lebih unggul dibandingkan lainnya sebenarnya bukan hal baru, akan tetapi sudah menjadi suatu keniscayaan bahkan semanjak masa lampau. Daya saing di sini tentunya harus dipahami dalam arti yang sangat luas. Peran teknologi informasi dan telekomunikasi, menurut Porter, hanya sebatas mempercepat sekaligus memperbesar peran daya saing dalam menentukan keunggulan suatu entitas dibandingkan dengan entitas lainnya.

Keunggulan yang dimaksud di atas, nantinya dapat berkembang ke berbagai pengertian maupun penerapan, bisa berarti keunggulan ekonomi, keunggulan politik, keunggulan militer dan lain-lain. Daya saing pada esensinya dapat dipandang sebagai sebuah rantai nilai proses yang dapat dikendalikan dengan proses pembelajaran kontinyu atau continuous learning (diberikan pada gambar 1). Dalam alur proses rantai nilai tersebut terdapat dua hal yang sangat prinsipil yaitu (gambar 1):

  • 1. Pertama: peran daya saing dalam menentukan keunggulan hanya dapat dijamin, jika dan hanya jika, daya saing tersebut bersifat adaptif. Yakni daya saing tersebut harus dikembangkan dan disesuaikan seiring dengan adanya perubahan-perubahan yang terjadi di sekelilingnya.

    Untuk dapat mencapai hal ini, maka setiap individu dalam entitas yang bersangkutan, entitas di sini dapat berupa sebuah organisasi, perusahaan ataupun bahkan sebuah negara, perlu melakukan proses pembelajaran yang terus menerus (atau sering disebut dengan continuous learning) dan selanjutnya juga melakukan proses internalisasi dari kapasitas pengetahuan yang didapat melalui pembelajaran tersebut. Hal yang terakhir ini menuntut adanya suatu perubahan sikap atau mental model dari setiap individu setelah melalui suatu proses pembelajaran tertentu.
  • 2. Kedua adalah bahwasanya daya saing perlu diarahkan pengembangan untuk adanya suatu pembinaan total dari kohesivitas antar komponen bangsa yang menuju pada keseimbangan harmonis antara suatu entitas dengan entitas lainnya.

    Hal yang kedua ini menuntut adanya suatu pembinaan karakter yang sedemikian, sehingga pengembangan daya saing tidak lantas diarahkan pada pola pikir yang bersifat predatorik, yakni saling mematikan dan membinasakan komponen bangsa lainnya, akan tetapi harus pada konteks adanya komplementasi sehingga peningkatan daya saing nantinya akan justru mengarah pada pencapaian kemajuan bangsa secara kolektif. Atau dengan kata lain pembinaan karakter bangsa harus mencetak suatu mentalitas daya saing bangsa yang bersifat komplementer dan non predatorik.

Berdasarkan dari dua hal yang sangat prinsipil di atas, maka arti dan makna pembinaan karakter bangsa di era yang sarat dengan daya saing sekarang ini adalah menyangkut tiga hal pokok yaitu:

  • 1. Artikulasi karakter bangsa adalah mengacu pada tingkat peningkatan kapasitas pengetahuan dari bangsa tersebut untuk terus melakukan pembelajaran agar semakin meningkat daya saingnya.
  • 2. Adapun pembinaan karakter bangsa akan diarahkan agar supaya kapasitas pengetahuan yang terbangun akan meningkatkan daya saing, dengan kondisi dimana daya saing tersebut akan memungkinkan adanya kemajuan kolektif atau kemajuan bersama, bukan kemajuan yang bersifat predatorik atau saling mematikan antara satu dengan lainnya.
  • 3. Sejalan dengan hal tersebut, maka pemaknaan dari karakter positif bangsa harusnya diarahkan untuk mencapai dua hal pokok di atas.

    Karakter positif bangsa yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia, antara lain adalah karakter pejuang. Dalam kaitan ini masyarakat internasional pun mengakui bahwa dua bangsa pejuang yang berhasil merebut kemerdekaannya dengan darah di era pasca Perang Dunia ke-2 hanya dua yakni bangsa Indonesia dan Vietnam. Selanjutnya masih ada lagi karakter pemberani dan sejumlah karakter positif lainnya. Seluruhnya perlu dimaknai dalam konteks peningkatan daya saing dan bersifat komplemen (atau non predatorik).

Dalam pemahaman yang bersifat artikulatif umumnya arti dan makna pembinaan karakter bangsa sudah bukan merupakan masalah lagi. Namun pada kenyataannya kita masih didera oleh sejumlah permasalahan dalam pembinaan karakter bahkan yang paling kritis justru yang menyangkut masalah daya saing, sebuah parameter yang semakin meningkat nilai pentingnya di era global sekarang ini.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada paragraf berikut akan diulas secara singkat tentang permasalahan umum yang dihadapi dalam pembinaan karakter bangsa.

Permasalahan Umum dalam Pembinaan Karakter Bangsa
Sebagaimana telah disinggung pada paragraf 2 di atas, bahwasanya pencapaian daya saing yang adaptif menuntut adanya pembelajaran yang terus menerus dan pembentukan mental model sebagai kelanjutan dari internalisasi pembelajaran yang dilakukan. Adapun esensi yang paling utama untuk dapat mewujudkan hal tersebut dalam konteks yang praktis adalah adanya perubahan (changes) baik bagi individu maupun kelompok/kumpulan masyarakat atau seluruh bangsa ini pada umumnya.

Perubahan atau changes inilah yang merupakan kunci dari adaptifitas daya saing. Pada gambar 2 diberikan suatu formasi ideal dari proses pembinaan karakter suatu bangsa.

Gambar 2. Tatanan Ideal dalam Proses
Pembinaan Karakter

hatta_gb2.jpg


Â

Gambar 3. Kondisi faktual yang terjadi, baik di Indonesia, maupun di beberapa negara lain. Elemen Perubahan umumnya masih belum menjadi bagian integral dari proses pembinaan karakter.

hatta_gb3.jpg


Â

Umumnya tanpa adanya fitur adaptifitas ini, maka daya saing akan bersifat kaku dan statis, dan daya saing yang demikian pada akhirnya hanya akan menjadi kebanggaan historika masa lampau serta tidak memiliki esensi sama sekali di era masa depan yang menuntut adanya bentuk daya saing yang baru. Gejala ini pun tampaknya dapat dirasakan di kalangan masyarakat kita, meskipun hal ini juga menggejala di negara-negara lain, yang cenderung mengisolasi artikulasi daya saing dalam pemahaman yang bersifat konstan dari perspektif historis perjalanan bangsa tersebut.

Barangkali satu contoh menarik yang dapat dijadikan pelajaran dalam konteks ini adalah perjalanan hidup bangsa Korea (Selatan). Bangsa ini, kalau berdasarkan perspektif historis, tidak atau belum pernah masuk kategori bangsa yang dominan di wilayah regionalnya. Sejarah mencatat bahwa Korea umumnya selalu di bawah bayang-bayang dua negara tetangganya yang sangat kuat, yakni Kekaisaran Jepang di Selatan dan (dahulu Kekaisaran) Cina di Timur.

Namun melalui suatu proses internalisasi pengetahuan yang berjalan secara konsisten dan terutama dengan adanya semangat untuk melakukan perubahan secara signifikan, Korea (khususnya Selatan) saat ini telah tumbuh menjadi kekuatan yang paling diperhitungkan di kancah regional Asia Timur bahkan dunia. Pakar reformasi Korea Selatan, Linsu Kim (2002) pernah mengatakan bahwa pembelajaran secara kontinyu atau continuous learning tidak akan memberikan pengaruh apa-apa, tanpa disertai adanya kemampuan untuk berubah atau ability to change. Bahkan menurutnya, proses pembelajaran barulah menemukan maknanya setelah terjadinya proses perubahan pasca proses pembelajaran tersebut, khususnya dalam konteks pola pikir, pola sikap dan perilaku.

Rantai nilai pembelajaran yang terdiri dari elemen, peningkatan kapasitas pengetahuan, internalisasi pengetahuan dan selanjutnya kesanggupan untuk melakukan perubahan tampaknya masih belum dapat diimplementasikan secara lengkap di umumnya kalangan masyarakat kita (gambar 3). Gambaran umum yang terjadi adalah kemampuan kita, tampaknya baru sebatas pada dua elemen yang pertama yakni peningkatan kapasitas pengetahuan dan internalisasi pengatahuan. Sedangkan elemen yang ketiga tampaknya masih diaplikasikan dalam dimensi yang sangat terbatas (gambar 3).

Sehingga tidaklah terlalu mengherankan kalau kita mendengar atau mengetahui bahwasanya sudah terlalu banyak contoh dan kasus dimana segenap idea, pemikiran dan konsepsi-konsepsi yang telah dirumuskan dan dirancang dengan baik, bahkan melibatkan banyak orang yang pakar di bidangnya masing masing pada akhirnya hanya menjadi sebatas tata wacana atau kumpulan buku-buku dan referensi tanpa adanya upaya kongkrit untuk menginternalisasikannya dan untuk selanjutnya menjadi landasan dalam proses perubahan sikap maupun perilaku, baik bagi individu maupun masyarakat dan bangsa.

Dari kenyataan ini maka dapat dideduksi bahwa permasalahan umum dalam konteks pembinaan karakter bangsa adalah mencakup upaya-upaya untuk mencapai suatu proses internalisasi pengetahuan yang kemudian dapat berlanjut sampai dengan terjadinya suatu pergantian atau changes tersebut.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka agenda terpenting dalam konteks pembinaan karakter bangsa adalah menyangkut adanya reformasi kolektif dari segenap komponen bangsa ini untuk sanggup melakukan pergantian atau changes setelah menjalani setiap proses pembelajaran.

Karena sifatnya yang kolektif, maka tentunya hal tersebut tidak mungkin menjadi tugas atau kewajiban dari pemerintah saja, akan tetapi juga menyangkut tugas dan kewajiban dari seluruh masyarakat. Meskipun demikian, pemerintah, yang dalam hal ini tentunya lebih banyak dari kompartemen pendidikan dan komunikasi harus sanggup memberikan fasilitasi yang paling ideal dalam mengakselerasi proses pemahaman kolektif, bahwasanya perubahan atau changes dari setiap adanya peningkatan kapasitas pengetahuan yang diperoleh melalui proses pembelajaran apapun juga adalah hal yang sama pentingnya, atau bahkan dalam beberapa hal lebih penting, dibandingkan dengan aktifitas peningkatan kapasitas pengetahuan itu sendiri.

Pada paragraf berikut akan diulas secara tentang potensi bangsa yang seharusnya dapat dijadikan sebagai unsur penting untuk membangun kemandirian bangsa.

Unsur Pokok Pembangun Kemandirian Bangsa

The core of any army is its soldiers, no matter how sophisticated its equipment, its performance is solely dependent on its soldiers.
Douglas MacArthur, General, US Army, 1945

Penggalan kalimat di atas diambil dari ungkapan salah seorang komandan militer yang cukup terkenal, yaitu Jendral MacArthur. Seorang Jendral AS yang pernah menjadi panglima mandala Pasukan Sekutu di Pasifik pada era Perang Dunia ke-2 (1941-1945) dan selanjutnya menjadi panglima mandala Pasukan Gabungan PBB semasa Perang Korea (1951-1955). Penggalan kalimat di atas cukup menarik, karena memberikan esensi pada peran sumber daya manusia sebagai unsur yang paling kritis dalam setiap proses pengembangan suatu entitas tertentu (dalam kasus di atas tentunya entitas militer yakni Angkatan Bersenjata). Namun demikian hal di atas berlaku pada hampir seluruh aspek, mulai dari organisasi yang sangat kecil seperti klub olahraga ringan sampai dengan sebuah negara.

Sebenarnya apa yang diungkapkan oleh Jend. MacArthur di atas bukanlah hal yang baru. Lebih dari seabad sebelumnya (1815), kaisar Perancis yang juga Jendral besar dari Eropa, Napoleon Bonaparte pernah mengatakan, “Une armée marche à son estomac�? atau “Angkatan Bersenjata berjalan dengan perutnya�?. Meskipun oleh banyak pihak penggalan kalimat ini diartikan dalam konteks pentingnya unsur logistik dalam suatu operasi militer, akan tetapi sejatinya penggalan kalimat ini ikut menekankan bahwa faktor prajurit (atau esensinya adalah faktor manusia) merupakan komponen terpenting dalam setiap proses atau rantai nilai apapun juga.

Meskipun sumber daya manusia merupakan suatu hal yang sangat krusial, namun terkadang kalau sudah berbicara mengenai hal ini banyak kalangan masyarakat yang menganggapnya sebagai hal yang terlalu normatif. Beberapa di antaranya malah menganggap bahwa pada jaman pemerintahan sebelumnya pernah ada masa dimana hampir setiap pejabat negara menekankan tentang pentingnya SDM namun pada akhirnya refleksi kemajuan yang dicapai juga tidak sebesar sebagaimana yang diharapkan.

Terlepas dari semua hal tersebut, tetap sumber daya manusia adalah potensi bangsa yang paling strategis yang harus dimobilisir dan dikembangkan. Bahkan Ralph S. Larsen (2004), CEO dari Johnson & Johnson, pernah mengatakan bahwa, tingkat kedewasaan suatu organisasi ditentukan dari persepsinya terhadap sumber daya manusia yang dimilikinya. Tataran tertinggi adalah ketika organisasi yang bersangkutan telah sanggup menganggap bahwa sumber daya manusia adalah aset dan bahkan aset yang paling menentukan dari kelangsungan hidup organisasi tersebut. Sebaliknya, tataran terendah adalah ketika organisasi masih menganggap bahwa sumber daya manusia tidak lebih dari komponen bahan baku yang menjadi obyek untuk dieksploitasi begitu saja.

Permasalahan utama tentunya adalah mendorong agar pengembangan sumber daya manusia ini sanggup menghantarkan suatu bangsa mencapai tingkat kemandirian yang berkesinambungan. Dan sebagaimana telah disinggung pada paragraf sebelumnya, era globalisasi menuntut adanya parameter daya saing sebagai satu satunya hal yang penting untuk menjamin suatu kemandirian, lebih lanjut, pembinaan karakter yang menuju pada mentalitas daya saing sendiri menuntut adanya sejumlah prasyarat pokok yang harus dijadikan acuan dalam setiap proses, atau yang lazim dikenal dengan rantai nilai.

Sejalan dengan hal tersebut, maka unsur pokok pembangun kemandirian bangsa terfokus pada tiga aspek penting yaitu:

  • 1. Peran kritis sumber daya manusia sebagai sumber daya yang terus terbarukan,
  • 2. Peningkatan daya saing dari sumber daya manusia tersebut, sebagai jaminan untuk adanya kemandirian bangsa yang berkesinambungan,
  • 3. Pemahaman bahwasanya mencetak mentalitas daya saing membutuhkan suatu rantai nilai dengan tatanan dan urutan tertentu. Serta keberhasilannyapun tergantung dari sampai sejauh mana tingkat pemenuhan kriteria dan persyaratan tersebut.

Ketiga aspek penting di atas perlu mendapatkan suatu pelaksana atau agents yang akan mengimplementasikannya di lapangan dalam suatu rangkaian tindakan nyata. Dan agents tersebut tentunya adalah generasi muda yang dimiliki oleh bangsa, karena dalam keadaan dimana mereka umumnya adalah masih berusia produktif maka diharapkan mereka dapat memiliki kemampuan tanggap khususnya dalam mengakselerasi proses internalisasi pengetahuan dan yang terutama adalah menjadi motor penggerak perubahan atau generator of change.

Tanpa adanya hal tersebut, maka selamanya rantai nilai dari proses pembangunan karakter dalam bentuk apapun tidak akan pernah bergeser dari tata wacana dan selamanya bangsa ini akan terus berhadapan dengan berbagai masalah dan apabila bangsa ini lambat dalam bereaksi maka akan berpotensi untuk semakin rendahnya daya saing bangsa di jangka panjang serta semakin menurunnya daya adaptifitas bangsa dalam mensikapi dinamika perkembangan global dan pada akhirnya akan menjadikan bangsa ini sulit untuk dapat mencapai tatanan kehidupan yang bermartabat. Pada paragraf berikut akan diulas tentang peran generasi muda dalam meng-engineer atau merekayasa proses pengembangan daya saing yang diperlukan oleh bangsa ini menuju pada kemandirian.

Peran Generasi Muda dalam Pembangunan Bangsa Mandiri
Secara normatif, dan sebagaimana telah hampir dapat diterima oleh umumnya kita sekalian, pembentukan karakter bangsa merupakan hal yang amat penting bagi generasi muda dan bahkan menentukan nasib bangsa di masa depan.

Selanjutnya, kita juga telah sering mendengar bahwasanya generasi muda perlu memiliki mental kepribadian yang kuat, bersemangat, ulet, pantang menyerah, disiplin, inovatif dan bekerja keras, untuk dapat menjadikan bangsanya menjadi bangsa yang memiliki daya saing tinggi, sehingga dapat berada sejajar dengan bangsa bangsa lain.

Namun pada kenyataannya, pernyataan di atas sering hanya sebatas pada retorika. Kondisi yang kita hadapi sekarang menunjukkan bahwa era globalisasi telah menempatkan generasi muda Indonesia pada posisi yang berada di tengah-tengah derasnya arus informasi yang sedemikian bebas, sejalan dengan kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi.

Sebagai akibatnya, maka nilai-nilai asing secara disadari ataupun tidak disadari telah memberi pengaruh langsung maupun tidak langsung kepada generasi muda. Walaupun masih belum ada bukti empiris secara langsung bahwa nilai nilai asing tersebut seluruhnya memberikan dampak negatif bagi generasi muda, akan tetapi jika tidak dilakukan upaya antisipasi apapun, bukan tidak mungkin, di masa depan nanti, bangsa ini akan menjadi bangsa yang berpendirian lemah serta sangat mudah hanyut oleh hiruk-pikuknya dinamika globalisasi; dan pada akhirnya akan mudah dikendalikan oleh bangsa lain.

Gambaran umum, keadaan di atas akan memberikan pengaruh pada rasa kebangsaan (nasionalisme) di kalangan generasi muda. Meskipun belum nampak secara jelas, akan tetapi harus diakui bahwa saat ini telah mulai ada gejala dari menurunnya semangat dan rasa kebangsaan atau nasionalisme di kalangan generasi muda yang ditunjukkan dari semakin berkurangnya pemahaman generasi muda terhadap sejarah dan nilai nilai budaya bangsanya sendiri.

Upaya strategis yang harus dilakukan oleh generasi muda dalam menghadapi hal tersebut adalah sebuah koordinasi gerakan revitalisasi kebangsaan yang diarahkan terutama pada penguatan ketahanan masyarakat dan bangsa terhadap segenap upaya nihilisasi dari pihak luar terhadap nilai-nilai budaya bangsa.

Adapun generasi muda dalam melaksanakan koordinasi gerakan tersebut memiliki 3 (tiga) peran penting yakni:

  • 1. Sebagai pembangun-kembali karakter bangsa (character builder). Di tengah tengah derasnya arus globalisasi, kemudian ditambah dengan sejumlah erosi karakter positif bangsa sementara adanya gejala amplifikasi atau penguatan mentalitas negatif, seperti malas, koruptif dan sebagainya, maka peran generasi muda adalah membangun kembali karakter positif bangsa. Peran ini tentunya sangat berat, namun esensinya adalah adanya kemauan keras dan komitmen dari generasi muda untuk menjunjung nilai-nilai moral di atas kepentingan kepentingan sesaat sekaligus upaya kolektif untuk menginternalisasikannya pada kegiatan dan aktifitasnya sehari-hari.
  • 2. Sebagai pemberdaya karakter (character enabler). Pembangunan kembali karakter bangsa tentunya tidak akan cukup, jika tidak dilakukan pemberdayaan secara terus menerus. Sehingga generasi muda juga dituntut untuk mengambil peran sebagai pemberdaya karakter atau character enabler. Bentuk praktisnya adalah kemauan dan hasrat yang kuat dari generasi muda untuk menjadi role model dari pengembangan karakter bangsa yang positif. Peran ini pun juga tidak kalah beratnya dengan peran yang pertama, karena selain kemauan kuat dan kesadaran kolektif dengan kohesivitas tinggi, masih dibutuhkan adanya kekuatan untuk terlibat dalam suatu ajang konflik etika dengan entitas lain di masyarakat maupun entitas asing.
  • 3. Sebagai perekayasa karakter (character engineer) sejalan dengan perlunya adaptifitas daya saing untuk memperkuat ketahanan bangsa. Peran yang terakhir ini menuntut generasi muda untuk terus melakukan pembelajaran. Harus diakui bahwa pengembangan karakter positif bangsa, bagaimanapun juga, menuntut adanya modifikasi dan rekayasa yang tepat disesuaikan dengan perkembangan jaman. Sebagai contoh karakter pejuang dan patriotisme tentunya tidak harus diartikulasikan dalam konteks fisik, akan tetapi dapat dalam konteks lainnya yang bersifat non-fisik. Peran generasi muda dalam hal ini sangat diharapkan oleh bangsa, karena di tangan mereka-lah proses pembelajaran adaptif dapat berlangsung dalam kondisi yang paling produktif.

Hal yang berat bagi para generasi muda adalah untuk memainkan ketiga peran tersebut secara simultan dan interaktif. Memang masih diperlukan adanya peran pemerintah dan komponen bangsa lainnya dalam memfasilitasi aktualisasi peran tersebut oleh generasi muda. Namun demikian konsentrasi peran tetap pada generasi muda. Tanpa adanya peran aktif mereka dalam gerakan revitalisasi kebangsaan yang dimaksud di atas, maka bukan tidak mungkin penggerusan nilai-nilai budaya bangsa akan berjalan terus secara sistematis dan pada akhirnya bangsa ini akan semakin kehilangan integritas dan jati-dirinya.

Penutup
Harus diakui bahwa sorotan terhadap kemandirian bangsa saat ini telah semakin mengemuka. Memang benar, bahwa sebagian dari sorotan tersebut dapat dijawab dengan argumen fenomena globalisasi. Sebuah kondisi dimana mau tidak mau atau suka tidak suka, kita harus memberikan peluang dan akses yang sama kepada segala pihak, termasuk pihak asing, untuk ikut terlibat dalam berbagai percaturan nasional maupun regional di berbagai bidang, berikut segala konsekuensinya.

Menghadapi kondisi tersebut, maka satu satunya demarkasi atau garis pembatas yang tegas yang dapat kita tegakkan bersama adalah daya saing bangsa (atau national competitiveness), tentunya daya saing di sini dalam arti yang luas. Mencapai suatu daya saing yang kuat membutuhkan upaya besar dan peran aktif segenap komponen masyarakat. Salah satu fitur yang berperan kritis dalam upaya besar tersebut adalah pembinaan karakter bangsa, khususnya karakter positif bangsa yang harus terus ditumbuh-kembangkan melalui proses pembelajaran yang kontinyu sedemikian sehingga memperkuat kemampuan adaptif dari daya saing bangsa.

Dalam upaya untuk mengaktualisasikan hal tersebut, maka dituntut peran penting dari generasi muda, khususnya perannya sebagai character enabler, character builders dan character engineer. Meskipun untuk menjalankan ketiga peran tersebut secara efektif, generasi muda nantinya masih memerlukan dukungan dari pemerintah maupun komponen bangsa lainnya, namun esensi utamanya tetap pada peran generasi muda.

Hal tersebut selain karena generasi muda masih berada dalam puncak produktifitasnya, juga karena generasi muda adalah komponen bangsa yang paling strategis posisinya dalam memainkan proses transformasi karakter dan tata nilai di tengah-tengah derasnya liberalisasi informasi era globalisasi.


Sumber : http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=529&Itemid=116